Acapkali orang berpikiran mendapatkan jabatan itu nikmat. Mungkin, itulah salah satu sebab mengapa orang-orang berlomba untuk mendapatkannya. Semua harta dikerahkan untuk mendapatkannya. Ada yang rela menjual barang berharga yang dimilikinya, baik rumah, mobil, dan sebagainya. Bahkan, ada juga yang rela menjilat, kemudian menggadaikan idealismenya. Padahal, jabatan itu belum tentu didapatkannya.
Jabatan itu kerja, bukan bergaya. Ia pelayanan, bukan mainan. Jikalau suatu jabatan sudah resmi ditempatkan di pundak seseorang, maka ia harus mau menjalani konswensinya. Sebagaimana ia mau mengambil gaji (yang besar), maka ia harus mau melayani. Bukan asal melayani, namun harus memberikan bentuk terbaiknya.
Kabinet yang dibentuk oleh Presiden Joko Widodo sekarang adalah kabinet kerja. Artinya, mereka harus kerja, kerja, dan kerja. Bukan sebaliknya, dimana kerja ditempatkan setelah istirahat panjang, atau mungkin pas mood saja.
Saya berkeyakinan, waktu yang harus dipersembahkan oleh seorang pejabat kepada rakyatnya itu adalah 24 jam non stop. Kapan pun adanya, jikalau rakyat sudah membutuhkan, maka ia harus bergerak dan mengerahkan semua kemampuannya. Tidak kenal waktu, baik malam maupun siang. Tidurnya harus siap diganggu. Waktu kebersamaannya dengan keluarga harus siap diubah tiba-tiba.
Kenyataannya, memang begitulah yang dijalani oleh para pemimpin (pejabat) dunia yang namanya diabadikan dalam sejarah. Bacalah sejarah mereka, maka akan didapati waktu tidur mereka hanya sekitar 3 atau 4 jam saja. Paling lama, 5 jam. Misalnya, Margaret Thatcher. Dan saya yakin, presiden dan pemimpin dunia yang lainnya juga mengalami hal yang sama. Hanya saja, tidak terekpos media.
Ingatlah, posisi pejabat adalah pelayan masyarakatnya. Dalam pribahasa Arab dijelaskan, “Sayyid al-Qaum Khadimuhum (pemimpin suatu kaum/masyarakat adalah pelayan mereka).” Posisi yang diambil oleh pejabat adalah posisi pelayan, yang siap melayani tuannya (rakyatnya) sebaik mungkin. Apakah layak jikalau seorang pelayan berleha-leha ketika tuannya membutuhkannya? Apakah layak jikalau seorang pelayan makan kenyang, sedangkan tuannya kelaparan? Kewajiban Terlalu Banyak dari Waktu yang Tersedia
Inilah yang harus disadari oleh pejabat public. Kewajiban yang harus ditunaikannya sangat banyak, sedangkan waktu yang dimilikinya terbatas. Hanya ada kans waktu 24 Jam. Jikalau tidak dimanfaatnya dengan sebaik-baiknya, maka akan banyak kewajiban yang terlalai.
Sebagai bahan pertimbangan saja, saya akan menyajikan kewajiban seorang pemimpin (pejabat) dalam versi Islam, yang juga merupakan agama mayoritas di Indonesia ini, sebagaimana dijelaskan oleh al-Mawardi dalam al-Ahkam al-Sulthaniyyahnya, dan begitu juga juga al-Qadhi Abu Ya’la al-Farra’ dalam kitabnya dengan judul yang sama dengan sebelumnya.
Kalau pun mau dibuat dalam konteks ke-Indonesiaan, tentunya tidak akan jauh-jauh beda.
Pertama, menjaga agama. Ini adalah tugas utama yang harus dijalankan oleh pemerintah. Jangan sampai ada agama yang merasa ditindas dan dizhalimi. Kerukunan harus dijaga dengan sebaik-baiknya. Segala bentuk yang akan mengancam eksistensi agama, harus segera ditindak.
Kedua, menjaga keadilan. Pemerintah harus memperhatikan dan memastikan tidak adanya timpang-tindih dalam pemerintahannya. Jangan sampai ada yang kuat menzhalimi yang lemah. Jangan sampai yang banyak menzhalimi yang sedikit. Begitu pula sebaliknya, adakalanya yang sedikit melakukan kezhaliman kepada yang lemah atas nama minoritas.
Ketiga, memastikan kesejahteraan. Pemerintah bertugas memperhatikan dan memastikan kesejahteraan rakyatnya, bukan kesejahteraan pejabatnya saja. Di Indonesia sendiri, rakyat yang belum mencapai tingkatan sejahtera, masih banyak jumlahnya.
Keempat, menegakkan hukum. Tegakkanlah hukum kepada siapapun. Jikalau bersalah, maka hukumlah. Jikalau benar, maka belalah. Bahkan, jikalau pemimpin atau pejabat sendiri yang bersalah, maka ia harus mengakuinya dan menjalankan apa yang seharusnya didapatkannya.
Kelima, berkaitan dengan keamanan wilayah. Pemerintah harus memperhatikan setiap jengkal wilayah NKRI ini. Jangan sampai ada lagi yang diambil oleh pihak asing tanpa ketahuan. Sebab, ini juga berkaitan dengan wibawa dan harga diri sebuah bangsa. Jikalau dengan mudahnya diganggu gugat, maka lama-kelamaan bangsa ini akan hilang ditelan masa.
Keenam, keuangan negara. Indonesia adalah negara kaya, namun karena pengelolaannya tidak berjalan baik, maka kekayaan itu sama sekali tidak bisa dinikmati oleh rakyatnya. Malahan, yang menikmati itu adalah pihak asing atau segelintir kaum pribumi yang bersifat kapitalis.
Ketujuh, lansung melihat dan merasakan keadaan. Jangan hanya sibuk dengan bisikan kiri dan kanan. Pemerintah harus lansung turun ke bawah menyaksikan keadaan rakyatnya. Sebagai pelayanan masyarakat, kondisi yang dialami oleh rakyat harus diketahui sedetail-detailnya agar solusi yang diberikan bukan sekadar isapan jempol belaka.
Belum ada tanggapan untuk "Jabatan itu Kerja dan Pelayanan"
Posting Komentar